"TALI TERAKHIR YANG TERLEPAS BERNAMA SHALAT"
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ عَنْ رَسُولِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِى تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ. (رواه احمد)
Artinya :
Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata, dari Rasûlullâh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad, 5: 251)
PELAJARAN YANG TERDAPAT PADA HADITS DI ATAS :
1. Hadits ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam diri seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut Islam.
2. Di sini Nabi ﷺ tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah shalatnya.
Dari Zaid bin Tsabit ra., Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَوَّلُ مَا يَرْفَعُ مِنَ النَّاسِ الأَمَانَةُ وَ آخِرُ مَا يَبْقَى مِنْ دِيْنِهِمْ الصَّلاَةُ.
“Yang pertama kali diangkat dari diri seseorang adalah amanat dan yang terakhir tersisa adalah shalat.” (HR. Al Hakim Wat Tirmidzi).
3. Hukum lepas bukan hukum Islam lagi, politik lepas bukan politik Islam lagi, ekonomi lepas bukan ekonomi Islam lagi tapi ekonomi ribawi, budaya lepas bukan budaya Islam lagi, pendidikan lepas bukan Islam lagi tapi pendidikan sekuler, dll. Tinggal shalat itupun sudah diacak-acak, mau jadi apa umat ini? Maka syariat shalat-lah yang tidak memiliki celah untuk bisa ditinggalkan atau tidak dilaksanakan.
4. Maka tunggu apalagi, jangan pernah kita tinggalkan shalat terutama shalat berjama'ah bagi kaum lelaki.
5. Jangan meremehkan shalat, lebih² lagi meninggalkannya,
من ضيعها فهو لما سواها أضيع.
"Barang siapa yang berani meremehkan shalat maka dia dengan yang lainnya akan lebih berani meremehkannya." (Umar bin Khotob Radhiallahu 'Anhu)
Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.”
TEMA HADITS YANG BERKAITAN DENGAN AYAT AL-QUR'AN :
1. Penulis muslim berkebangsaan Inggris dengan tegas berpandangan bahwa peradaban modern yang disetir oleh Dunia Barat Yahudi-Nasrani telah menyebabkan seluruh masyarakat dunia terjebak ke dalam suatu kehidupan yang mengingkari eksistensi Allah dan meyakini bahwa hidup ini hanyalah di dunia belaka. Sebagaimana Allah gambarkan mengenai kaum sekularis (orang-orang yang dunia-minded) di dalam Al-Qur’an;
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلا يَظُنُّونَ ۞
”Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al-Jatsiyah/45 : 24)
2. Dari sejarah, kita dapati bahwa sebenarnya selama hampir empat belas abad dunia berada dalam kebaikan karena dipimpin oleh orang-orang beriman yang senantiasa mengembalikan segenap urusan –baik pribadi maupun publik– kepada hukum Allah dan RasulNya. Para pemimpin tersebut berusaha keras untuk memimbing masyarakat menuju keridhaan Allah dan mengikuti sunnah NabiNya. Memang harus diakui bahwa selama masa itu terkadang ada saja khalifah-khalifah pemimpin ummat yang memiliki karakter bermasalah (baca:fajir), tapi secara formal otoritas kemasyarkatan pada masa itu masih menjunjung tinggi sumber utama rujukan umat Islam, yaitu Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Sehingga secara garis besar umat masih merasakan rahmat dan nikmatnya hidup di bawah naungan hukum Allah. Sehingga selama rentang waktu yang begitu panjang umat masih menyerahkan ketaatan dan loyalitasnya kepada Ulil Amriminkum (pemegang urusan dari kalangan orang-orang beriman) sebagaimana diperintahkan Allah;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللّٰهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا ۞
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa'/4 : 59)
3. Namun semenjak dunia menyaksikan berdirinya berbagai negara berdasarkan konsep kebangsaan dan bukan lagi berlandaskan aqidah tauhid dan ibadah kepada Allah semata, maka mulailah dalam bidang hukum masing-masing nation-states tersebut meninggalkan hukum Allah dan RasulNya lalu berkreatifitas menyusun sendiri hukumnya masing-masing. Ada yang kurang kreatif sehingga begitu saja mengadopsi sistem hukum mantan penjajahnya, seperti Indonesia mengambil perangkat hukum Belanda sebagai hukum nasionalnya. Namun ada juga yang sedikit lebih kreatif dengan mengkombinasikan hukum mantan penjajahnya dengan hukum adat-setempat plus campuran hukum dari Al-Qur’an. Tetapi tidak ada yang secara murni dan konsekuen menjadikan hanya Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah sebagai rujukan tunggal hukum nasionalnya, apalagi dalam tataran aplikasinya.
Jika masyarakat diajak untuk kembali kepada penerapan syariat Islam atau kembali kepada hukum Allah dan RasulNya, maka kebanyakan orang menolaknya. Padahal sikap penolakan seperti yang mereka tunjukkan hanya pantas dilakukan oleh kaum munafik sebagaimana Allah jelaskan berikut:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللّٰهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا ۞
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An-Nisa'/4 : 61)
4. Padahal kebenaran dan keadilan hanya dapat wujud jika kita menegakkan hukum berlandaskan Kitab Allah, yakni Al-Qur’an;
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ۞
”Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An’aam : 115)
5. Wajarlah bila hukum Al-Qur’an merupakan hukum satu-satunya yang benar dan adil, sebab seluruhnya bersumber dari Allah Yang Maha Benar lagi Maha Adil. Sedangkan hukum manusia merupakan hukum yang pasti mengandung cacat dan ketidak-sempurnaan, sebab Allah sendiri menggambarkan manusia sebagai makhluk yang amat dzalim lagi amat bodoh. Bagaimana mungkin manusia dengan karakter seperti itu akan sanggup memproduk hukum yang benar apalagi adil? Tidak mengherankan kalau di zaman ini kita temukan bahwa berbagai kedzaliman dan perilaku bodoh merebak di tengah kehidupan masyarakat modern;
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا ۞
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab/33: 72)
وَاللّٰهُ أَعلَمُ بِالصَّوَابِ...
Semoga kita senantiasa dikaruniai ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholih, karena hanya Allah-lah yang memberi taufiq dan hidayah. Aamiin...
DO'A MEMOHON KEBERKAHAN BULAN RAJAB, SYA'BAN SAMPAI MENJUMPAI RAMADHAN
أللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَان.
Allahumma baarik lanaa fii rojaba wa sya'bana wa ballighna Romadhona.
"Ya Allah, berkahilah umur kami di bulan Rajab dan Syaban, serta sampaikanlah (usia) kami hingga bulan Ramadhan."
Salah dan Khilaf... 👳🏻♀️🙏🏻
MOHON MAAF LAHIR & BATIN
DO'A KAFAROTUL MAJELIS :
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ.
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau, aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
•┈••○❁🌻💠🌻❁○••┈•
Komentar
Posting Komentar