Langsung ke konten utama

Makna Ikhlas dalam Islam

 


Makna Ikhlas dalam Islam


Menurut  bahasa, Ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih dari kotoran. Sedangkan menurut istilah, Ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian Muslim tersebut menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dan yang berkarakter seperti itulah yang mempunyai semboyan “Allahu Ghayaatunaa”, yang artinya Allah adalah tujuan kami, dalam segala aktivitas dalam mengisi kehidupan.


Syarat diterimanya ibadah adalah rasa ikhlas sebagaimana Firman Alloh Swt. :

وَلَـقَدۡ اُوۡحِىَ اِلَيۡكَ وَاِلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِكَۚ لَٮِٕنۡ اَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوۡنَنَّ مِنَ الۡخٰسِرِيۡنَ  

Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az-Zumar: 65)

Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang tidak diridhoi Allah,  tidak akan menjadi orang yang riya’ atau sombong, karena sombong itu merupakan sifatnya setan. Syaitan berkata,:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٣٩) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٤٠)

” Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah menetapkanku sesat, sungguh akan kuusahakan agar anak manusia memandang indah segala yang tampak di bumi dan aku akan sesatkan mereka semua. Kecuali hamba-hambaMu dari antara mereka yang ikhlas.  (QS.Al-Hijr: 39-40).

Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.Tetapi banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan rasa ikhlas kepada Allah Swt, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong supaya mendapat pujian dari orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak diterima oleh Allah Swt.

Rasulullah SAW. pernah bersabda, “ Ikhlaslah dalam beragama, cukup bagimu amal yang sedikit.” Dalam hadist lain Rasulullah SAW. bersabda,“ Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.” Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya,“ Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”

Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini,“Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau berkata,“ Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”

Dari beberapa contoh hadist di atas menunjukkan bahwa ikhlas itu memang sangat penting bagi umat muslim dalam melaksanakan ibadah, karena tanpa rasa ikhlas dan hanya mengharap ridho dari Allah Swt ibadah kita tidak akan diterima oleh Allah.

 

Adapun ciri-ciri orang yang ikhlas, yaitu:

1.   Terjaga dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah Swt, baik bersama manusia atau sendiri. Disebutkan dalam hadits,“ Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)

2.    Senantiasa beramal di jalan Allah Swt baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang orang lain, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib ra. berkata,“ Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”

3.   Selalu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Swt dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah Swt.

4.   Mudah memaafkan kesalahan orang lain.


Pengelompokan Ikhlas, sebagai berikut :

1. Iklhas Mubtadi’ yaitu orang yang beramal karena Allah, tetapi di dalam hatinya terbesit keinginan pada dunia. Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dan kebingunan. Ia melaksanakan shalat tahajud dan bersedekah karena ingin usahanya berhasil. Ciri orang yang mubtadi’ bisa terlihat dari cara dia beribadah. Orang yang hanya beribadah ketika sedang butuh biasanya ia tidak akan istiqamah. Ia beribadah ketika ada kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ibadahnyapun akan berhenti.

2. Ikhlas Abid  yaitu orang yang beramal karena Allah dan hatinya bersih dari riya’ serta keinginan dunia. Ibadahnya dilakukan hanya karena Allah dan demi meraih kebahagiaan akhirat, menggapai surga, takut neraka, dengan dibarengi keyakinan bahwa amal ini bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan api neraka. Ibadah seorang abid ini cenderung berkesinambungan, tetapi ia tidak mengetahui mana yang harus dilakukan dengan segera (mudhayyaq) dan mana yang bisa diakhirkan (muwassa’), serta mana yang penting dan lebih penting. Ia menganggap semua ibadah itu adalah sama.

3. Ikhlas Muhib yaitu orang yang beribadah hanya karena Allah, bukan ingin surga atau takut neraka. Semuanya dilakukan karena bakti dan memenuhi perintah dan mengagungkan-Nya.

4. Ikhlas Arif,  yaitu orang yang dalam ibadahnya memiliki perasaan bahwa ia digerakkan Allah. Ia merasa bahwa yang beribadah itu bukanlah dirinya. Ia hanya menyaksikan ia sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa tidak memiliki daya dan upaya melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas kehendak Allah.


Manfaat dan Keutamaan Ikhlas adalah sebagai berikut :

1.  Membuat hidup menjadi tenang dan tenteram

2.  Amal ibadahnya akan diterima oleh Allah Swt.

3.  Dibukanya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka.

4.  Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah Swt.

5.  Doa kita akan diijabah.

6.  Dekat dengan pertolongan Allah.

7.  Mendapatkan perlindungan dari Allah Swt.

8.  Akan mendapatkan naungan dari Allah Swt di hari kiamat.

9.  Allah Swt akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat ke jalan yang salah.

10.Allah akan membangunkan sebuah rumah untuk orang-orang yang ikhlas dalam membangun masjid

11.Mudah dalam memaafkan kesalahan orang lain

12.Dapat memiliki sifat zuhud (menerima dengan apa adanya yang diberikan oleh Allah Swt)

Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas adalah dengan mengosongkan pikiran dissat kita sedang beribadah kepada Allah Swt. Kita hanya memikirkan Allah, shalat untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah. Jangan munculkan ras riya’ atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak berdaya di hadapan Allah Swt. Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan kita. Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan jangan lupa untuk berdoa memohon kepada Allah Swt agar kita dapat beribadah secara ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’a Nabi Ibrahim As :

قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِى رَبِّى لَأَكُونَنَّ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلضَّآلِّينَ

Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-An'aam: 77).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Baru Rumah Tahfidz Qurani

  Program Baru Rumah Tahfidz Qurani TAHFIDZ - TAHSIN Persyaratan : 📚 Ibu-ibu dan remaja putri ( usia 16 tahun keatas ) 📚 Waktu belajar adalah satu kali sepekan, 1-2 jam/TM 📚 Kuota terbatas, 5-10 orang/kelas 📚 Niat, berkomitmen dan semangat menghafal Al Quran 📚 Kelas dimulai Januari 2021 📚 Biaya pendaftaran Rp.100.000,- ( dapat modul ) 📚 Infaq bulanan Rp.100.000,- 📚 Waktu belajar, kesepakatan antara anggota kelas dan pengajar Contact Person : 📚 Ustadzah Wiwik 0813-3203-3117 📚 Ustadzah Ayu 0853-3411-0705 Rumah Tahfidz Qurani 🌐 rtq-malang.blogspot.com 🟥 @rt.qurani 🏬 Jl. Kapten Pierre Tendean Gg.2/440 RT.1 RW.9 Kelurahan Kasin Kecamatan Klojen Malang 📧 rumahtahfidz.qurani@gmail.com

Tips Agar Mendidik Anak Agar Semangat & Mudah Menghafal Al-Quran

  Tips Agar Mendidik Anak Agar Semangat & Mudah Menghafal Al-Quran بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Anak yang shalih lagi memiliki hafalan quran yang banyak adalah dambaan tiap orang tua, apalagi jika hal tersebut adalah tabungan akhirat bagi orang tua nantinya. Oleh karena itu kita kumpulkan beberapa tips dalam mendidik anak. Tips ini mengarahkan pada pondasi mendidik anak shalih, bukan teknis menghafal Al-Qurannya, tanpa pondasi ini menghafal al-Quran akan menjadi sulit. Tips ini terbagi menjadi beberapa segi, dikarenakan pendidikan anak itu tidak terlepas beberapa segi. DARI SEGI ORANG TUA 1. Doa Tidak lain yang pertama adalah berdoa kepada Dzat yang menguasai langit, bumi dan seluruh makhluk. Tidaklah sesuatu itu jika sudah ditakdirkan Allah subhanahu wa ta’ala pasti akan terjadi, karena itu berdoalah kepada Allah tabaraka wata’ala karena Allah subhanahu wata’ala sudah menjanjikan akan mengabulkan doa hamba-hambanya. Doa-doa yang dapat diamalkan adalah sebagai berikut: Doa

Pelita Ilmu di Tengah Gelapnya Zaman

  Sa'id bin Jubair:  Pelita Ilmu di Tengah Gelapnya Zaman Sa'id bin Jubair, seorang ulama besar pada masa Tabi'in, adalah sosok yang memancarkan cahaya ilmu di tengah kegelapan zaman. Kehidupannya yang penuh perjuangan dan pengorbanan menjadi inspirasi bagi generasi setelahnya. Mari kita telusuri lebih jauh perjalanan hidup beliau. Akar Ilmu yang Mendalam Sa'id bin Jubair dilahirkan pada tahun 665 M di Kufah. Beliau memiliki nasab yang mulia dan keturunan yang baik. Sejak usia muda, Sa'id telah menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Beliau berguru kepada para sahabat Nabi yang masih hidup pada masanya, seperti Ibnu Abbas dan Abdullah bin Umar. Dari para ulama besar ini, Sa'id mewarisi ilmu tafsir Al-Qur'an yang sangat mendalam. Beliau juga menguasai hadis, fikih, dan berbagai cabang ilmu lainnya. Kemampuan menghafal Al-Qur'an Sa'id sungguh luar biasa. Beliau mampu menyelesaikan bacaan seluruh Al-Qur'an hanya dalam dua rakaat shal