Langsung ke konten utama

Cara Membersihkan Hati Sebelum Menuntut Ilmu

 


Cara Membersihkan Hati Sebelum Menuntut Ilmu


1. Hati sebagai “Wadah” Ilmu

Prinsip dasar: Semakin bersih hati, semakin luas kemampuannya menerima ilmu.

Ungkapan indah :

فالعلم جوهر لطيف لا يصلح الا للقلب النظيف

“Ilmu adalah permata mulia; tidak akan pas bertempat kecuali di hati yang bersih.”


2. Tolak Ukur Ilmu

Bukan ditentukan oleh :

Seberapa cerdas seseorang. Cepat atau lambatnya ia menghafal. Banyak atau sedikitnya hafalan

Namun diukur dari :

1. Keindahan hati—apakah hatinya dipenuhi kasih sayang dan penghormatan kepada Allah dan Rasul-Nya?

2. Rasa takut kepada Allah—apakah ilmu itu mengubahnya menjadi lebih khusyu’ dan ikhlas?

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya hamba Allah yang paling takut kepada-Nya adalah orang-orang berilmu.” (QS. Fāṭir: 28).

Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu berkata:

كفى بخشية الله علما, وكفى بالاغترار بالله جهلا

“Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai ilmu, dan cukuplah merasa aman dari azab Allah sebagai kebodohan.”

Dan:

ليس العلم بكثرة الرواية, ولكن العلم الخشية

“Ilmu itu bukan pada banyaknya riwayat, melainkan ilmu itu adalah khoshyah (rasa takut kepada Allah).”


3. Membersihkan Hati: Dua Akar Noda

Syaikh Ṣāliḥ al-‘Uṣhoimi rahimahullāh menjelaskan bahwa kebersihan hati berarti:

1. Bebas dari najis syubhat (kerancuan pemahaman)

2. Bebas dari najis syahwat (dorongan nafsu)

3.1 Noda Syubhat

Menjerumuskan ke dalam lingkaran setan tanpa sadar.

Orang syubhat sering merasa benar, padahal tersesat.

Ayat peringatan :

أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ كَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُم

“Apakah orang yang pegang pada keterangan (wahyu) sama dengan yang dibutakan oleh hawa nafsu hingga melihat baik apa yang buruk?” (QS. Muḥammad: 14).

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ…

“Orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung, mengira mereka bisa mendekatkan kepada Allah…” (QS. Az-Zumar: 3).

3.2 Noda Syahwat

Mendorong pada maksiat: melihat yang haram, berdusta, ghibah, fitnah, dengki, dan seterusnya.

Ayat peringatan:

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sebenarnya apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muṭaffifīn: 14).

Hadis tentang titik hitam:

“Apabila seorang hamba berbuat dosa, tertancap di hatinya titik hitam. Bila ia bertaubat, hati kembali bersih. Bila ia mengulangi, titik itu bertambah hingga menutupi hatinya; itulah ar-rān.” (HR. Tirmidzi).


4. Mana yang Lebih Parah?

Syubhat lebih merusak dan sulit disadari—orang sering mengira benar meski tersesat.

Syahwat lebih mudah dikenali dan ditinggalkan saat menyesal.

Karena itu, iblis lebih giat menyesatkan lewat syubhat.

Menjaga Hati agar Ilmu Betah

Diriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُورِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.”

Syaikh al-‘Ushoimi menambahkan:

“Barangsiapa yang membersihkan hatinya, ilmu akan betah di dalamnya. Siapa yang membiarkan kotoran hati, ilmu akan pergi darinya.”

Sahl bin ‘Abdullāh rahimahullāh berkata:

حرام على قلب أن يدخله النور وفي شيء مما يكره الله عز وجل

“Haram bagi hati yang di dalamnya bersemayam sesuatu yang dimurkai Allah, untuk dimasuki cahaya ilmu.


Kesimpulan singkat :

- Ilmu menuntut hati yang bersih dari syubhat dan syahwat.

- Ukuran ilmu bukan pada jumlah hafalan, melainkan pada kesucian hati (khosyah dan ikhlas).

- Membersihkan hati berarti memperkuat keyakinan (melawan syubhat) dan kesabaran (menahan syahwat).

- Dengan hati bersih, ilmu tidak hanya mampir, tetapi betah bertumbuh dalam diri kita.

(Ini ringkasan dari kitab Khulashoh ta’zimil ilmi hal 9-10 karya Syaikh Ṣāliḥ al-‘Uṣhoimi hafidzhohulloh)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 resep / kiat untuk mendapatkan hasil maksimal dari Al Qur'an

  3 resep / kiat untuk mendapatkan hasil maksimal dari Al Qur'an 1. Kuantitas (membaca dalam jumlah yang banyak) 2. Kualitas (Berusaha mempelajari, memahami, mengamalkan) 3. Intensitas (Kita selalu berinteraksi dengan Al qur’an) (sumber:Mulazamah Sabtu Ustadz Abdullah Hadromi)

Nasihat & Refleksi untuk Penuntut Ilmu

  Nasihat & Refleksi untuk Penuntut Ilmu 1. Luruskan niat. Belajarlah bukan untuk terkenal, tapi agar Allah ridha dan ilmu itu membawa manfaat bagi dirimu dan orang lain. 2. Sabar dan rendah hati. Ilmu tidak bisa dikuasai dengan tergesa-gesa. Imam Asy-Syafi’i berkata: “Tidak akan diperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara: kecerdasan, semangat, kesabaran, biaya, bimbingan guru, dan waktu yang lama.” 3. Amalkan apa yang dipelajari. Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Ilmu yang tidak diamalkan seperti harta yang tidak dinafkahkan.” (HR. Ad-Dailami) 4. Cari lingkungan yang mendukung. Bertemanlah dengan orang-orang yang haus akan ilmu. Cahaya ilmu akan lebih kuat ketika berkumpul bersama orang baik. 5. Jaga adab sebelum ilmu. Ulama terdahulu berkata: “Kami belajar adab selama 30 tahun sebelum belajar ilmu selama 20 tahun.” Karena adab-lah yang membuat ilmu menjadi berkah. “Menuntut ilmu bukan hanya tentang banyaknya yang kita tahu, tapi tentang seberap...

Al-Qur’an Sebagai Obat

  Al-Qur’an Sebagai Obat   Al-Qur’an itu bisa menjadi obat bagi penyakit lahir dan batin. Semuanya dengan izin Allah, lalu pengaruh dari orang yang membacanya dan keadaan diri orang yang diobati. Ibnul Qayyim  rahimahullah  menyampaikan di dalam kitab beliau  Al-Jawaabul Kaafi  ( Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ ) sebagai berikut.   “Al-Qur’an juga sebagai obat. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, وَلَوۡ جَعَلۡنَٰهُ قُرۡءَانًا أَعۡجَمِيّٗا لَّقَالُواْ لَوۡلَا فُصِّلَتۡ ءَايَٰتُهُۥٓۖ ءَا۬عۡجَمِيّٞ وَعَرَبِيّٞۗ قُلۡ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدٗى وَشِفَآءٞۚ وَٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ فِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَقۡرٞ وَهُوَ عَلَيۡهِمۡ عَمًىۚ أُوْلَٰٓئِكَ يُنَادَوۡنَ مِن مَّكَانِۢ بَعِيدٖ   Arab-Latin: Walau ja’alnāhu qur`ānan a’jamiyyal laqālụ lau lā fuṣṣilat āyātuh, a a’jamiyyuw wa ‘arabiyy, qul huwa lillażīna āmanụ hudaw wa syifā`. “ Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka...