Langsung ke konten utama

MENGUTAMAKAN ORANG LAIN & MACAMNYA

 



MENGUTAMAKAN ORANG LAIN & MACAMNYA


Melebihkan orang lain atas diri sendiri dianjurkan dalam urusan duniawi. Adapun dalam masalah ketaatan, kita justru diperintah untuk berlomba-lomba. 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan." (al-Baqarah: 148)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

طَعَاملَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا

“Seandainya manusia mengetahui (keutamaan) yang ada pada azan dan shaf pertama, sedangkan mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan berundi, niscaya mereka akan berundi (untuk mendapatkannya.” (Muttafaqun alaihi)


Oleh karena itu, mendahulukan orang lain daripada diri sendiri terbagi menjadi tiga:

1. Dilarang, yaitu ketika Anda mendahulukan orang lain pada perkara yang syariat mewajibkannya atas Anda.

Misalnya, Anda dan seorang teman dalam keadaan batal wudhunya. Anda memiliki air yang hanya cukup untuk dipakai berwudhu oleh satu orang. Apabila Anda memberikannya kepada teman Anda, Anda tidak lagi memiliki air untuk berwudhu. Anda terpaksa harus tayamum. Dalam keadaan seperti ini, Anda tidak boleh memberikan air itu kepadanya karena Anda yang memiliki air tersebut dan air itu milik Anda.

>> Maka dari itu, mendahulukan orang lain pada perkara yang diwajibkan oleh syariat hukumnya haram. Sebab, hal tersebut akan menggugurkan kewajiban yang dibebankan atas Anda.

2. Makruh, yaitu mendahulukan orang lain pada perkara sunnah.

Sebagai contoh, Anda mampu berdiri di shaf pertama dalam shalat. Namun, Anda justru mempersilakan orang lain untuk menempatinya. Hal ini makruh karena menandakan bahwa Anda kurang bersemangat terhadap kebaikan. Padahal, berdiri di shaf pertama dalam shalat sangat besar keutamaannya.

Bagaimana mungkin Anda akan mendahulukan orang lain, padahal Anda berhak mendapatkan keutamaan itu?

3. Boleh dan terkadang dianjurkan, yaitu mendahulukan orang lain pada perkara selain ibadah.

Misalnya, Anda memberikan makanan kepada orang yang kelaparan, padahal Anda sendiri juga merasa lapar. Ini adalah perbuatan yang terpuji.


(Lihat Makarimul Akhlaq, karya Syaikh Ibnu Utsaimin hlm. 54—55)

http://t.me/nisaaassunnah 

http://www.nisaa-assunnah.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lingkungan ahlul Qur'an adalah lingkungan yang penuh dengan Rahmat Allah

  Lingkungan ahlul Qur'an adalah lingkungan yang penuh dengan Rahmat Allah عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده" الاجتماع في بيوت الله لتلاوة القرآن ودراسته. من خلاله، نجد عدة فوائد: السكينة: Allah menurunkan ketenangan kepada mereka yang berkumpul untuk mempelajari Al-Qur'an. Rahmat Allah: Mereka diliputi oleh rahmat Allah, yang menunjukkan kasih sayang-Nya. Perlindungan Malaikat: Malaikat mengelilingi mereka, menambah keberkahan dalam majelis tersebut. Pemberian Penghargaan: Allah menyebut mereka di hadapan para malaikat, menunjukkan kedudukan tinggi bagi mereka yang terlibat dalam pengajian. Kesimpulannya, hadith ini menekankan betapa penting dan bermanfaatnya halaqoh Al-Qur'an dalam kehidupan seorang Muslim, baik dari segi spiritual maupun sosial.

3 resep / kiat untuk mendapatkan hasil maksimal dari Al Qur'an

  3 resep / kiat untuk mendapatkan hasil maksimal dari Al Qur'an 1. Kuantitas (membaca dalam jumlah yang banyak) 2. Kualitas (Berusaha mempelajari, memahami, mengamalkan) 3. Intensitas (Kita selalu berinteraksi dengan Al qur’an) (sumber:Mulazamah Sabtu Ustadz Abdullah Hadromi)

Kenapa aku?

  Kenapa aku?  Kamu! karena Allah SWT ingin menghapus dosa-dosamu dengan setiap air mata yang jatuh dari matamu. Dia ingin meningkatkan pangkatmu di Jannah. Dia ingin mengujimu dengan kesedihan sementara untuk memberimu kebahagiaan abadi. 🤍 🤍